Rabu, 25 Februari 2009

Puisi

kepastian


terkurung dalam bingkai-bingkai semu

selalu berada dalam situasi tak menentu

menunggu dalam kebimbangan

menunggu dalam kegamangan


kepastian demi kepastian terus menghantu

dinanti walau terkadang jemu

bersama waktu yang terus berlalu

menghitung dari satu sampai seribu


kepastian yang tak tentu timbulkan ragu

meracuni rasa yang sudah padu

menyusup jauh ke dalam kalbu

apatis membeku mengubah perilaku


kepastian terus mengambang

tak menentu di bawa gelombang

kepastian juga melayang-layang

ditarik ulur seperti layang-layang


masih ada kepastian walau tidak ditunggu

kepastian menemui yang satu


tanjungpinang, 7 nopember 2008

Kamis, 19 Februari 2009

Malam Baca Puisi Peduli Kemanusiaan







Bobby: Jangan Panggil Aku China
Jumat, 20 Pebruari 2009


TANJUNGPINANG (BP) — Ketua DPRD Tanjungpinang, Bobby Jayanto dengan lantang menyebutkan, ”Jangan Panggil Aku China,”. Kalimat tersebut adalah bagian pusi yang dibacakan Bobby di Tugu Proklamasi Tanjungpinang, depan Gedung Daerah, Rabu (18/2) malam.

Bobby membacakan puisi tentang etnis Tionghoa yang masih dipandang sebagai kalangan minoritas di tanah kelahirannya Indonesia. Sedangkan, Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan serta kalangan Muspida yang ikut berpartisipasi membaca puisi peduli Kemanusiaan yang diadakan Komunitas Penyair Kota (KPK) Tanjungpinang.

Tatik membacakan puisi hasil karyanya sendiri yang terilhami saat ia akan menghadiri rapat paripurna bersama dewan. Dalam undangan, acara yang dijadwalkan pukul 13.00 WIB, ternyata anggota dewan baru datang satu persatu satu jam berikutnya. ”Jangan tersinggung Pak Bobby, penantian saat waktu itu menghasilkan karya ini,” ujar Tatik sebelum membacakan puisinya.

Meskipun teknik membaca puisi Tatik tidak berapi-api seperti beberapa peserta lainnya yang membuat penonton terpukau, seperti saat Aida Ismeth dan Said Parman berpusi, ciri khas Tatik yang tenang saat bicara, tidak jauh berubah saat ia membacakan puisi. Dengan sikap tenangnnya ternyata, Tatik mampu membuat penonton antusias dengan puisi yang dibacakan.

Dijelaskan Ketua Panitia Pelaksana, Teja Alhabd, baca puisis peduli kemanusiaan yang diselenggarakan KPK Tanjungpinang sengaja dilakukan sebagai ajang silaturahmi antara masyarakat dan Muspida. Acara ini ternyata sukses, karena dari Muspida yang dijadwalkan ikut berpartisipasi dalam acara ini semuanya ikut serta.

Meskipun beberapa pejabat ada yang mengaku belum pernah membaca puisi, tapi aksi pertama para pejabat malam itu ternyata tidak kalah menariknya dengan penyair lainnya. ”Saya tidak pernah baca puisi, tapi saya ingin berpartisipasi di acara ini,” ungkap Kepala Kejati Kepri M Yusuf. (dew)


Puisi Singkat Tatik 'Pasti Menanti'
(Harian Sijori Mandiri)

Jumat, 20 Pebruari 2009
  • Malam Baca Puisi Peduli Kemanusiaan
"Durian, Duku dan Kedondong, Jangan Gitu Dong, Satu Datang, Satu Pergi dan Menunggu Lagi Akhirnya tak Jadi" itulah penggalan akhir dari puisi Walikota Tanjungpinang Haj SUryatati A Manan yang berjudul 'Pasti Menanti' dalam acara malam peduli kemanusiaan yang ditaja oleh Komunitas Penyair Kota (KPK) Tanjungpinang, Rabu (18/2) malam.

Puisi singkat namun penuh ungkapan kekecewaan Suryatati atas sikap para wakil rakyat tersebut, disambut tepuk tangan oleh para penonoton yang memadati Tugu Proklamasi di depan Gedung Daerah atau tepatnya di pintu keluar Pelabuhan Sri Bintanpura Tanjungpinang.

"Saya buat puisi ini terinspirasi saat menunggu para anggota dewan untuk melakukan penandatanganan KUA dan PPAS RAPBD Kota Tanjungpinang tahun 2009 sekitar sebulan lalu. Kami saat itu dari unsur eksekutif sudah lama menunggu pelaksanaan penyampaian KUA PPAS di salah satu ruang unsur Pimpinan DPRD Kota Tanjungpinang. Namun jadwal yang telah ditetapkan tersebut batal tanpa kejelasan," ungkap Suryatati A Manan.

Hadir dalam acara malam peduli kemanusiaan tersebut, dan turut membacakan puisi yakni Wakil Gubernur Provinsi Kepri, HM Sani, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri M. Yusuf, Anggota DPD RI Aida Ismeth, Ketua DPRD Kota Tanjungpinang Bobby Jayanto, Wakil Walikota Tanjungpinang Edward Murshalli dan sederet Kepala Dinas di lingkungan Pemko Tanjungpinang.

Parade baca puisi disamping diisi oleh instansi vertikal di Kota Tanjungpinang juga dihadiri kalangan penyair handal di Bumi Segantang Lada seperti Tarmizi dari Rumah Hitam, Samson Rambah Pasir dengan puisi Terong Gulai Santan, Ali Ipon sajak manusia, dan sederat nama lainnya yang telah malang melintang di dunia seni diantaranya Abdul Muin HS.

Para penonton sempat dibuat terpesona dengan pembacaan puisi yang dibawakan oleh salah seorang siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Kota Tanjungpinang, dengan judul 'Ini Bukan Keinginan Kami'. Semua penonton seperti terhipnotis dan berlinang air mata mendengar bait demi bait puisi dari siswa SLB tersebut.

Begitu pula penampilan Anggota DPD RI, Aida Ismeth, menggelegar penuh semangat membacakan puisi hingga memukau dengan pekikannnya yang khas membuat suasana kian hening ikut dalam sajak yang ditulis oleh sang proklamator ahlaq mulia di Bumi Segantang Lada ini. kemudian disusul pembacaan puisi singkat oleh Hoesnizar Hood yang bercerita tentang lika-liku menjelang Pemiu 2009 ini.

Dengan piawai pembaca acara Machzomi Dawood, juga sebagai peyair senior di Kota Gurindam ini, tidak henti-hentinya membuat suasana menjadi hidup dengan jenakanya yang kocak membuat pengunjung kian tidak beranjak meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB.

Malam Kemanusiaan dengan pembacaan puisi dan renungan lainnya itu membuat susana di tepi laut menjadi meriah terkadang penonton harus ikut dalam suasana sajak yang dibacakan terkadang harus tertawa lepas karena lucu atas penampilan para penyair yang secara bergantian membacakan sajaknya di panggung mini Tugu Proklamasi yang baru dibangun tersebut.

Ketua Panitia penyelenggara Teja Alhab kepada Sijori Mandiri menyebutkan pagelaran parade tersebut merupakan bentuk dari apresiasi, Komunitas Penyair Kota Tanjungpinang, dalam menggiatkan budaya di Kota Tanjungpinang.

"Ini sebagai kegiatan positif dan melibatkan semua istansi vertikal dan eksekutif di Kota Tanjungpinang sebagai tempat untuk mengkritik, curhat dan lainnya dengan cara yang santun yakni dalam sajak," papar Teja.(sm/mm)



Minggu, 15 Februari 2009

Baliho "Malam Baca Puisi Peduli Kemanusiaan"













(Sumber: Gambar Google.co.id )
"Malam Baca Puisi Peduli Kemanusiaan"

Komunitas Penyair Kota (KPK) Tanjungpinang, Rabu tanggal 18 Februari 2009 akan menggelar "Malam Baca Puisi Peduli Kemanusiaan" dengan melibatkan penyair dari Tanjungpinang, Bintan, Natuna dan Batam serta para pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungpinang, Wakil Gubernur Provinsi Kep.Riau, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang, dan para pejabat instansi vertikal yang ada di Tanjungpinang.
Kegiatan ini tidak dalam rangka mencari dana untuk disumbangkan, tetapi dalam rangka menggugah hati nurani kita untuk peduli pada kondisi kemanusiaan baik lokal maupun internasional, yang masih didera kesengsaraan sebagai akibat dari kondisi ekonomi, bencana alam dan peperangan.
Semoga dengan acara ini rasa empati kita terhadap kondisi yang ada menjadi lebih dalam, sehingga keinginan untuk bersama menciptakan kedamaian dan kesejahteraan dapat kita capai.

Selasa, 10 Februari 2009

Foto Para Penyair Kota Tanjungpinang

Bobby Jayanto, (Penyair Teratai) Ketua DPRD Kota Tanjungpinang dari etnis Tionghoa yang menyenangi puisi dan sering membacakan puisi-puisi karyanya pada kesempatan-kesempatan tertentu, beliau pelopor pembaca puisi etnis Tionghua dan selalu mengatakan dia "Orang Melayu".

Said Parman (Penyair AWang Mak Yong)


Ary Sastra (Penyair Pasrah)


Lawen Newal (Penyair Batu Api)


Teja Alhabd (Penyair Kejora)


Machzumi Dawood (Penyair Hikayat Selat)
Penyair senior Kota Tanjungpinang, telah manggung dimana-mana beragam karya sastra telah dihasilkan.

Hj.Suryatati A.Manan (Wali Kota Tanjungpinang)




Hj. Suryatati A.Manan
Di samping melaksanakan tugas sebagai Wali Kota Tanjungpinang, beliau adalah seorang penyair. Kumpulan puisinya yang sudah diterbitkan berjudul "Melayukah Aku". Sering diundang membacakan puisi-puisinya dan pada kesempatan acara resmi sering puisi mengakhiri sambutannya. Beliau juga sudah menggelar pembacaan puisi tunggalnya di Taman Ismail Marzuki bersama penyair-penyair Tanjungpinang dan Tamara Bleszynski. Kepeduliannya terhadap pengembangan Budaya Melayu membuahkan beberapa penghargaan dari dalam dan luar negeri. Beliau juga telah mencanangkan Kota Tanjungpinang sebagai "Negeri Pantun". Bercita-cita agar Bahasa Indonesia/Melayu sebagai salah satu bahasa penganntar di PBB.

Logo


PUISI-PUISI

rajuk


adalah hormat

kataku pada berbuat

adalah apresiasi

kataku pada prestasi

adalah tanda jasa

kataku pada karya


semua tak menghitung

dicari untung

semua tak terbilang

diri menghilang

semua tak sempurna

dibuat semena-mena


mereka diam dalam jerit

ada sembunyi dalam sakit

dunia bertanya

jawab kata luka

dunia bernyanyi

tak merdu nada ironi


tenggelam jiwa besar di mulut besar

selalu kurang dalam gantang

jika lebih hanya jadi sepih

tak syukur pada yang tak terukur

berdiri tidak pada tegak

bicara buahkan dusta


sendiri

aku tak sepi

peluklah rajuk

rajuk tak akan ku pujuk

rajuk tak bawa sejuk


Tanjungpinang, 22 desember 2008



fitnah


dirangkai rasa tak suka

berlebih selalu pada kata

ketika sengaja

itulah dosa


teraniaya

dalam buruk sangka

pada kerja yang tak pernah direka

kata yang tak pernah disapa


fitnah

adalah hati yang iri

tak percaya diri

menikam dengan belati dengki


fitnah

menancap seumpama panah

menjadi barah bernanah

tak ada jerit keluh kesah


tanjungpinang, 22 desember 2008



empati


linang air mata tak habiskan duka

kering tanpa rasa pada lezat dunia

menggapai hanya dengan pinta

memelas selalu pada belas

ratap mengiring harap


laras-laras terus muntah meretas

raung tenggelam alam dentuman

merah menggenang tak tergantang

bumi tak juga sepi dari tangisan

kata damai hanya jadi buai


kesedihan

ketakutan

kemiskinan dan keputus-asaan

menjadi goresan kesengsaraan di atas kanvas dunia

warna-warna semu menyungkup

keserakahan

ketidak-adilan

haus rakus kekuasaan


kita tertatih menapak lorong kemerdekaan, lunglai dipelukan gelap kelam, meraba seakan buta

terperosok di lubang kekecewaan, ringkih meraih cahaya harapan


tanjungpinang, 14 Februari 2009



yalaaah


jawab pada kata tanya, kadang sulit menerka, ada bulan pada lengkung malam penuh bintang,

matahari pada rentang siang bawa terik, membawa waktu bersama detik-detik, dan kujawab “yalaaah!”


pada pinta penuh harap, tak sampai hati menolak, kadang berat tak terpikul, ringan tak terjinjing,

ada jerit dalam tangis, ada sedu sedan dalam isak, ku jawab “yalaaah!”


ada perintah dalam kata, resah tak terbantah, tak mampu diri menolak, ada kerut menggaris wajah,

menyesak dada kadang kala, tak ada kata selain “yalaaah!”


ada jawab “yalaaah” pada kehendak

kenapa yalaaah?

“ya…iyalaaah!”


tanjungpinang, 17 Februari 2009